Oleh: Jumiarti Agus
Ketika kami kemarin berbelanja di Carrefour dekat rumah kami, saya melihat ada tempat bentou (bekal makan). Harganya murah sekali, hanya 77 yen. Sebenarnya bukan wadah bentou tapi tas atau kain untuk membungkus wadah bentou Warnanya menarik sekali. Najmi memilih bahan warna pink bergambar rumah, ada bunga-bunga sakura. Pilihannya sesuai dengan keinginan maminya, dan pas untuk anak perempuan. Mami pun setuju dengan pilihan Najmi
“Mami untuk Adek mana?”
“Oh iya,”
Akhirnya Mami mengambil satu lagi, masih berwarna pink juga, tapi ada variasi biru dan gambar pesawat biru di bagian belakang. Sedangkan pada bagian depan, ada motif khas Jepang.
Najmi protes tak setuju. Iya yakinkan maminya kalau yang dipilih Mami bukan untuk anak laki-laki, tapi untuk anak perempuan.
“Mami ini henk (keliru), adeknya kan laki-laki, ini untuk perempuan.”
“Nggakpapa Mami suka yang ini, lihat Nak bagian belakangnya ada gambar pesawat dan warnanya biru.” Tapi memang benar warna bahan dasarnya pink.
“Bukan Mami, ini ada bunga-bunga, kok anak laki-laki dikasih gambar bunga?”
“Ya udah, silahkan Kakak yang pilih.”
Najmi berlari dari balik lagi ke stand tempat tas bentou itu. Ia membawa motif bahan berwarna biru, ada gambar karakter untuk anak laki-laki, gambar pesawat dan mobil-mobilan. Tidak ada gambar bunga.
“Mami lihat ini, kalau ini baru untuk anak laki-laki, warnanya biru, ada pesawat, nggak ada bunga-bunga”
“Mami nggak tahu ya?”
“Ya sudah ini saja, makasih ya Kak”
“Ya, pintar Kakak kan? benarkan pilihan Kakak Papi?
“Ya benar, Kakak pintar,” jawab Papi.
Telah terlihat rasa berani dan kepercayaan diri Najmi yang tinggi untuk meyakinkan orang tua dengan warna dan karakter serta motif pilihannya. Sebenarnya Mami bukan tidak tahu, tapi ya suka saja dengan warna pink. Lagi pula adek juga masih belum lahir, masih lama bakal masuk sekolah. Tapi Najmi memang suka membelikan segala sesuatu untuk adeknya, misalnya wadah minuman, sepatu, bahan benang untuk membuat baju adeknya, dll.
******
Suatu hal lain, saat ini Mami punya sedikit masalah dengan kehamilan. Kata dokter sih wajar dan lumrah terjadi. Seperti juga dulu ketika hamil Najmi, saat-saat sembilan bulan. Mami mempunyai tekanan darah rendah. Harus ada supply obat Fe yang dikonsumsi dua kali sehari.
Seperti biasa, Najmi selalu ikut bila Mami ke rumah sakit. Dia ingin melihat adek, katanya. Sejak usia kandungan 7 bulan selalu di USG dari perut, dan Najmi bisa duduk sejajar dengan kepala Mami, saat Mami diperiksa. Najmi bisa melihat monitor juga. Dia kerap kali berbicara dan nimbrung mengobrol dengan dokter. Dokter itu pun rumah ramah terhadap Najmi.
“Akachan kawai ne (bayi menggemaskan, cantik).” kata dokter
“Ie.., kakoi da yo.” Najmi membantah ucapan dokter kalau adeknya bukan lucu, tapi gagah, atau tanpan. Ia ingin mengungkapkan bahwa adeknya laki laki.
Protes Najmi segera keluar, sebab Najmi tahu dari hasil pemeriksaan sensei (dokter), kalau calon adeknya laki-laki.
Pembicaraan Najmi dan dokter selalu berlanjut, terkadang ia berucap, “Akachan wa zutto netenai desuka (Apakah bayi itu selalu nggak tidurkah)?”
“Nande (kenapa)?” kata dokter
“Okasan no onaka no naka ni, akachan wa zutto ugokimasu kara,” Najmi menjelaskan alasannya, karena di dalam perut Mami bayinya selalu bergerak.
Bagaimana Najmi tahu?
Mami sering bilang sama Papi, bayinya bergerak terus, terkadang tidur pun, tengah malam pun ia bergerak terus. Memang benar, hasil pemeriksaan dokter pun menunjukkan adek bayi sehat, alhamdulillah. Kata dokter hal tersebut tidak masalah. Mami selalu berdo’a semoga hingga persalinan nanti, dan sesudahnya semua proses berjalan lancar. Aamiin.
Dari kejadian ini menunjukkan kemampuan Najmi merekam pembicaraan yang iya dengar dari orangtuanya sudah tinggi. Lalu dengan informasi yang iya dapatkan itu, ia telah mulai berani untuk menanyakan sesuatu yang ingin iya ketahui dari seorang yang ahli, katakanlah dalam hal ini dokter kandungan. Terlihat dia telah ingin tahu tentang sesuatu, dari momen atau kegiatan yang diikutinya.
Mami hanya menikmati pembicaraan Najmi dengan dokter. Mami senang Najmi tak takut mengeluarkan idenya kepada orang lain. Semoga saja hal ini akan tumbuh dan berkembang terus. Aamiin.
Disamping itu, Mami sangat bersyukur ditemani check up oleh Najmi, suasana tak terasa sepi. Kadang kala malah Najmi yang menjadi interpreter Mami. Misalnya ketika sensei menerangkan organ bayi, “ini mata, hidung, mulut. dll.” Saat dokter memberi tahu, ini kelopak mata (mami baru tahu artinya dari Najmi).
Setelah pemeriksaan selesai, biasa pasien akan dipanggil lagi keruangan khsusus untuk berdiskusi. Saran dokter, Mami harus minum obat untuk tambahan Fe. Banyak makan sayuran hijau, serta makanan lain yang mengandung Fe. Juga karena kelebihan berat badan, maka Mami harus diet, harus makan sedikit karbohidrat, dan mengurangi konsumsi makanan berkalori tinggi, misalnya makanan dan minuman yang berasa manis.
Najmi ternyata menangkap dengan cermat ulasan dokter itu. Di rumah, dan saat bermain keluar, Najmi yang menjadi polisi. Ia selalu mengingatkan maminya.
“Mami ini kan manis, Mami tidak boleh…, nanti Mami gendut.”
Hal ini selalu keluar dari mulut Najmi dalam kesempatan apapun juga. Jadi selain Papi yang mengingatkan untuk menahan selera dari makanan yang berenergi tinggi, juga ada Najmi.
Berkat larangan Najmi, alhamdulillah berat badan Mami saat pemeriksaan kemarin turun 0.8 kg. Biasanya selalu naik, setiap pemeriksaan 2 minggu sekali.
Alhamdulillah, Najmi telah banyak memberikan bantuan, baik berupa bantuan pekerjaan di rumah. Bantuan ide dan disiplin dalam diet kehamilan.
*****
Suatu saat yang lain, suara adzan di komputer terdengar. Najmi pun mengingatkan Maminya.
“Mami sudah adzan itu, Mami belum sholatkan?”
“Ya sebentar, setelah ini Mami akan sholat”
Biasa Mami yang mengingatkan Najmi sholat, tapi saat ini dia yang mengingatkan maminya untuk sholat pada waktunya.
Alhamdulillah, kebenaran demi kebenaran telah diadopsi dan dipelihara oleh Najmi. Semoga seterusnya ia bisa lebih baik. Aamiin.
Terlihat hikmah mengajarkan dan memperkenalkan keberanaran kepada anak sejak dini. Dia akan memelihara dan mengadopsinya dengan baik. Saya berfikir, bila-anak-anak Indonesia diterapkan hal demikian, tentunya suatu saat generasi kita akan baik. Anak akan jujur dan punya etika dan moral yang lebih baik. Tak heran mengapa Jepang rakyatnya patuh? disiplin? jujur? menjalankan aturan yang diterapkan pemerintahnya? dll? karena pendidikan yang baik kepada anak itu memang sejak dini mereka tanamkan, sejak dini anak diajarkan antrian tanpa memotong barisan temannya. sejak dini anak diajarkan mandiri, dsbnya.
Banyak lagi percakapan-percakapan Najmi yang membuat maminya makin simpatisan. Contoh lain ketika Najmi mengajak Mami belajar bersama, dan membaca buku bersama.
“Mami yuk kita belajar.?”
Awalnya Najmi yang membacakan buku untuk maminya. Kemudian iya capek dan ia meminta maminya untuk membacakan buku. Ia menjadi pendengar.
Mami memang jarang membaca buku-buku berbahasa Jepang, terkadang ada salah baca. Najmi membetulkan bacaan Mami.
Ya Najmi memang hari-demi hari terus saja dekat dengan buku. Misalnya kalau Mami dan Papi lagi berdiskusi, dia akan cepat beralih membaca buku-buku yang gampang di perolehnya di mana saja kami duduk di rumah. Ya di kamar, ya di ruang keluarga.
Karena kebiasaan membaca selalu menjadi habit Najmi, akhirnya kemampuan membaca Najmi lebih cepat dari maminya.
Papi sempat keceplosan, “Kalah Mami dengan anak sekarang, lebih pintar anak.” Ketika itu Papi mendengar bacaan Mami dibetulkan oleh Najmi.
Najmi nggak berkomentar, iya membetulkan dengan nada baik.
Mami yang penasaran dan berucap, “Pintar anak Mami ya, makasih Sayang.”
“Iya anak bisa membaca, karena anak rajin membaca buku.”
“Makanya Mami sering membaca buku nihonggo kayak anaklah, nanti jadi bisa nihonggonya.”
Subarashi,menakjubkan sekali ungkapan Najmi.
“Bagaimana rekasi Mami?” Ya Mami tentu tidak marah, malah Mami merasa sangat senang. Rupanya Najmi telah mampu membuat pernyataan. Ia telah bisa mengungkapkan proses dirinya. Ia bisa membaca perjalanan yang ia lakukan hingga ia bisa lancar membaca. Ia bisa menyampaikan kebenaran kepada orangtuanya. Mami tahu hal itu benar adanya, Mami pun tidak marah, sekalipun kedengarannya anak menggurui orang tuanya.
Terimalah kebenaran dari siapa saja, sekalipun datangnya dari anak kecil. Mami berusaha menerapkan sifat dan sikap yang bijak ini.
Sebagai orangtua, Mami harus berjiwa besar, menerima masukan anak dan kebenaran yang datang dari anak, menghormati dan menghargai ungkapan yang ia berikan.
Sungguh! makin hari, makin unik dan banyak pengetahuan yang didapat dari menyimak, mengikuti dan mengamati perkembangan anak. Sungguh! anak adalah guru bagi orangtuanya. Anak mendidik orangtua untuk sabar, berbesar hati, untuk menghargai pendapat orang lain, untuk waspada dan berhati-hati dalam berbicara dan menerapkan aturan. Karena ia pun bisa menjadi peneliti cilik dan membuat hipotesa sendiri. Karena dia pun akan menyampaikan perkataan perkataan yang ia terima dari orangtuanya.
Semoga sharing ini bermanfaat bagi teman lainnya. Aamiin.
Wassalam
Mamianak
080309
Leave a Reply